![]() |
Marc Marquez. © Tiziana Fabi/AFP/Getty Images |
Marc Marquez dan Mugello itu kayak dua mantan yang canggung ketemu di kondangan. Gak pernah benar-benar cocok, tapi tetap saling lempar pandang—kadang mesem, kadang ngeselin. Tapi meski sirkuit Italia ini bukan tempat favoritnya, Marc Marquez tetap datang dengan gaya alpha male khas dia: senyum lebar, gas pol, dan komentar pedas nan blak-blakan.
Dan hasilnya? Lumayan, bro. Di hari Jumat (20 Juni 2025), pembalap berjuluk The Baby Alien ini mengamankan posisi keempat di Free Practice 1 dan naik ke posisi ketiga di sesi Practice sore hari. Oke, bukan pole position, tapi cukup bikin paddock panas dingin.
Mugello: tempat kenangan pahit (dan satu kemenangan doang)
Pertama-tama, kita bahas sejarah. Marquez pernah menang sekali di Mugello—dan itu 11 tahun lalu. Ya, satu dekade lebih, Bung! Kalau itu mantan, mungkin udah punya anak dua. Jadi jangan heran kalau Marquez datang ke GP Italia ini tanpa ekspektasi besar, tapi tetap dengan mentalitas pemenang.
Walaupun mengakui bahwa Mugello bukan trek yang cocok untuk dia, Marquez tetap tampil solid. Di FP1, dia mencetak waktu 1:46,293 dan menempati posisi keempat, di belakang trio Bezzecchi, Acosta, dan Binder. Di Practice sore, dia tempel ketat Vinales dan Bagnaia dengan catatan waktu 1:44,780, hanya 0,146 detik dari pemimpin sesi. Serius, beda tipis kayak dompet tanggal tua.
Fairing baru Ducati: eksperimen yang setengah yakin
Dalam sesi latihan, Marquez juga sempat jadi kelinci percobaan Ducati. Dia menjajal fairing aerodinamis baru yang sebelumnya dihomologasi di Aragon. Sementara Bagnaia ogah memakainya di pagi hari, Marquez malah langsung geber fairing baru itu—meski akhirnya kayaknya bakal balik ke versi lama juga.
“Fairing ini bagus untuk masa depan, tapi keseimbangan motor berubah,” kata Marquez. “Ducati minta saya coba. Ya udah, saya coba aja.”
Ya gitu, Bung. Di saat pembalap lain mikir dua kali, Marc Marquez bilang, “Gas dulu, mikir belakangan.” Tapi setelah cobain, ternyata rasanya kayak pakai sepatu baru yang sol-nya belum lentur. Pede sih iya, tapi buat balapan utama nanti, dia tampaknya akan kembali ke spek lama yang sudah familiar.
Strategi mental baja: dekatin Alex, jaga jarak dari Pecco
Marquez juga paham betul bagaimana bermain dalam strategi kejuaraan. Hari Jumat itu, targetnya simpel: tempel Alex Marquez dan jangan terlalu jauh dari Bagnaia. Dan dia sukses.
“Tujuan hari ini mendekati Alex dan Pecco, dan saya berhasil,” ucapnya. “Kalau kamu harus menderita, ya menderitalah. Kalau harus menyerang, ya serang.”
Nah loh, motivator mana lagi yang bisa ngalahin kalimat ini?
Tapi jangan salah. Di balik kalimat blak-blakan itu, ada perhitungan matang. Buat Marquez, Alex adalah target yang realistis. Pecco? Gak terlalu bikin dia gelisah. Mungkin karena poinnya masih aman. Tapi tetap, dia gak mengesampingkan siapa pun—karena ini MotoGP, Bung. Apa pun bisa kejadian. Bahkan rider paling bontot bisa tiba-tiba jadi mimpi buruk di tikungan terakhir.
Sirkuit Mugello: tempat cepat, tapi udah tua bangka
Dalam sesi tanya jawab terakhir, Marc juga sempat nyentil kondisi lintasan Mugello yang katanya udah kayak sandal jepit kesayangan: tipis dan licin.
“Aspalnya udah 15 tahun, udah waktunya ganti. Bisa dipakai sih, tapi sempit,” katanya.
Nah loh. Ini peringatan atau sindiran halus buat panitia?
Ya begitulah Marquez. Kalau ada yang gak beres, dia gak diem. Mungkin itulah salah satu alasan kenapa dia tetap disegani meski usianya makin nambah dan cedera datang silih berganti. Dia gak cuma pembalap, dia komentator, pengamat, sekaligus brand ambassador buat fairing-fairing aneh Ducati.
Marc Marquez: tetap ancaman meski di sirkuit yang gak ramah
Meski cuma finis ketiga di sesi latihan, posisi Marquez tetap jadi ancaman. Dia tahu kapan harus beradaptasi, kapan harus ambil risiko, dan kapan harus cuek sama semua teori teknis. Itu kenapa sampai sekarang dia masih bisa bikin nama-nama muda di grid gigit jari.
Dan jangan lupa: ini baru hari Jumat. Masih ada hari Sabtu dan Minggu, di mana drama bisa muncul dari mana aja—dari cuaca, dari ban, atau dari bahu copot ala Quartararo.
Satu hal yang pasti, selama Marc Marquez masih di grid, gak ada yang boleh lengah. Pembalap satu ini bisa berubah dari komentator teknis jadi pemburu podium dalam hitungan menit.
Jadi, meski Mugello bukan rumahnya, Marc Marquez tetap datang sebagai tamu paling berisik dan bikin tuan rumah gak nyaman.
Fairing boleh gagal, lintasan boleh licin, tapi kalau udah Marquez yang pegang gas, kamu gak akan pernah bisa prediksi akhirnya.
Ducati mungkin berharap fairing barunya jadi solusi, tapi jangan lupa—kadang yang bikin beda bukan motor, tapi siapa yang di atasnya.